SUMBAR24JAM.COM, PAINAN, PESSEL – – Praktisi Pendidikan Dr. Rudi Chandra, S.Pd, SH, M.Pd, MH, MM mengecam Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menganalogikan kumandang azan dengan gonggongan anjing pada rabu (23/02) kemarin usai gelar acara temu tokoh agama Se-Riau digedung Daerah Provinsi Riau.
Baru-baru ini Menag lakukan petemuan tokoh agama Se-Riau, salah satu topik pembahasan pengaturan pengeras suara rumah ibadah ummat muslim. Dalam hal yang dimaksud Menag bertujuan memberi tambahan penjelasan Surat Edaran Menag Nomor 5 Tahun 2022 yang mengatur volume pengeras suara Masjid/Mushalla sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100dB yang diterbitkan sebelumnya.
Dilansir dari laman Riau Pos “ Kita tahu daerah kita ini mayoritas muslim. Hampir setiap seratus dua ratus meter ada Masjid/Mushalla. Bayangkan kalau dalam waktu bersamaan semuanya menyalakan toa secara bersamaan jadi seperti apa. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan,” ujarnya.
Diwaktu yang sama, Menag juga mengumpamakan jika tinggal di wilayah yang banyak memelihara anjing, dan anjing tersebut mengeluarkan suara keras secara bersamaan tentu akan mengganggu. Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup di komplek kiri kanan, depan belakang melihara anjing semua dan dalam waktu bersamaan gonngongan, kita terganggu tidak? Jadi suara-suara apapun itu harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan,” sebut Yaqut Cholil Qoumas.
“menyandingkan seruan untuk ibadah yang bersifat sakral dengan gonggongan anjing tidak tepat, terlalu naïf memberikan amsal sebagai seorang pejabat publik, etitutnya hilang, kesannya bukan sebagai Menteri Agama.” Ujar Dr. Rudi Chandra.
Lebih lanjut, Rudi Chandra meminta Yaqut Cholil Qoumas sesegera mungkin meminta maaf kepada publik atas perumpamaan yang dilontarkannya ketika sesi wawancara usai pertemuan tokoh agama se-Riau.
Sebagai seorang pendidik Dr. Rudi Chandra sangat menyayangkan perumpamaan tersebut, hendaknya sebagai seorang pejabat publik disetiap statmen yang sifatnya dipublikasi seyogiyanya memberikan edukasi, karena tidak hanya orang dewasa saja yang menikmati namun banyak anak usia didik yang menontonnya.
Sisi lain, Indonesia dengan ragam budayanya menyimpan jutaan keunikan endemik, mulai dari ragam bahasa, budaya, hingga agama dan kepercayaan menjadikan Indonesia sebagai contoh bersatunya seluruh keberagaman dalam persatuan. Setidaknya begitulah mimpi yang tertuang dalam “Bhinneka Tunggal Ika” yang terikat pada kaki Sang Garuda. Atas dasar inilah terjadinya toleransi antar umat beragama di republik ini.
Orang bijak berkata : “jika tinggal ditepi pantai maka nikmati diburan ombak, jika tinggal dipasar maka nikamati banyaknya sauatan suara”.
Ketika kita berbicara atau memberikan penjelasan terhadap sesuatu hal, jika kita lakukan semaunya tanpa berfikir maka akan memberikan kesan bahwa kualitas dan mutu kita hanya sampai disitu.
Editor ; Simon Tanjung