
Pandam Gadang,Sumbar24jam.com 6 Agustus 2025 – Pelayanan publik yang semestinya menjadi garda terdepan kenyamanan masyarakat kini kembali menuai kritik tajam. Kali ini datang dari Riza Alfiandra, S.Kom, warga Nagari Pandam Gadang, yang juga seorang pelaku usaha di Jorong Kampuang Patai. Ia melaporkan kekecewaannya terhadap Unit Pelayanan Pelanggan PLN Limapuluh Kota atas tindakan sepihak pembongkaran meteran listrik di tempat usahanya—tanpa pemberitahuan sebelumnya, apalagi klarifikasi tertulis (6/Agustus/2025)
Merasa dirugikan, Riza langsung mendatangi kantor pelayanan PLN di Limapuluh Kota pada Rabu, 6 Agustus 2025. Namun harapan akan mendapatkan kejelasan pupus seketika. Tak satu pun petugas pelayanan yang hadir di tempat. Hanya seorang petugas keamanan yang terlihat berjaga.
“Saya datang siap sholat Zuhur, ingin minta penjelasan. Tapi pelayanan kosong. Saya tunggu sampai tertidur di kursi tunggu, tetap tak ada petugas datang. Ini benar-benar mencederai akal sehat dan pelayanan publik,” ujar Riza.
Menurutnya, PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semestinya tunduk pada asas keterbukaan, profesionalitas, dan tanggung jawab publik. “Pertanyaannya, ada apa sebenarnya dengan Unit Pelayanan Pelanggan PLN Limapuluh Kota ini? Kok seakan-akan mereka tidak serius menjalankan amanah pelayanan?” imbuhnya dengan nada kecewa.
Tokoh Masyarakat Ikut Bicara: Jangan Main Bongkar, Ini Era Pemerintahan Prabowo.
Kemarahan publik tak berhenti pada Riza. Khairul Apit, mantan anggota DPRD sekaligus tokoh masyarakat Pandam Gadang, turut angkat bicara. Ia mengecam tindakan gegabah PLN yang menurutnya tidak hanya ceroboh, tetapi juga terkesan “arogan” dan tak berpihak pada rakyat kecil.
“Saya yakin ini bukan kejadian satu-satunya. Masyarakat di tempat lain juga mungkin mengalami hal serupa tapi memilih diam. Tapi kita tidak bisa diam lagi. Ini sudah keterlaluan. Jangan sampai di era pemerintahan Presiden Prabowo, rakyat justru didzolimi oleh lembaga pelayanan,” ujarnya lantang.
Khairul menambahkan, pembongkaran meteran tanpa prosedur resmi membuka celah kecurigaan akan sabotase atau niat jahat dari oknum tertentu. Ia bahkan mencurigai bahwa tindakan ini ada kaitannya dengan kasus pelecehan seksual yang sedang dikembangkan oleh Riza terhadap seorang kepala jorong berinisial W.
“Riza sedang berjuang mengungkap kasus yang menyentuh harga diri nagari. Bukan tidak mungkin ini adalah bagian dari upaya pembungkaman. Bisa jadi ada pihak yang ingin membuat dia berhenti. Kalau benar ada sabotase, maka pembongkaran itu justru merusak bukti, termasuk sidik jari pelaku. Ini justru bisa menjadi penghilangan barang bukti yang memiliki konsekuensi hukum,” tambah Khairul.
Dasar Hukum: PLN Bisa Dikenai Sanksi dan Gugatan
Tindakan yang dilakukan PLN ini bukan hanya mencederai pelayanan publik, tapi juga bisa dikategorikan sebagai kelalaian institusional, yang memiliki konsekuensi hukum.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1) dinyatakan:
”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Selain itu, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya Pasal 21, mewajibkan penyelenggara pelayanan publik:
“Memberikan pelayanan yang cepat, mudah, terjangkau, dan tidak diskriminatif kepada setiap warga negara.”
Jika terbukti lalai, PLN dapat dilaporkan atas dugaan pelanggaran terhadap:
Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan:
Setiap badan usaha penyedia tenaga listrik wajib memberikan pelayanan sesuai standar mutu dan keandalan yang ditetapkan.
Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pelaku usaha dilarang menarik, mengubah, atau menghentikan secara sepihak jasa yang telah disepakati, kecuali ada kesepakatan atau pelanggaran dari konsumen.
Langkah Lanjut: Akan Dibawa ke DPRD, DPR-RI, hingga Kepolisian.
Khairul Apit menyatakan pihaknya akan segera menyiapkan pengaduan resmi ke DPRD, DPR-RI, Ombudsman RI, bahkan jika perlu ke Mabes Polri, untuk mengusut dugaan sabotase dan pelanggaran pelayanan publik.
“Kami akan kawal kasus ini. Negara harus hadir melindungi rakyat, bukan membiarkan rakyat ditindas. Kalau PLN merasa tak mampu memberi pelayanan yang adil, maka pimpinan mereka harus bertanggung jawab secara moral dan hukum,” pungkas Khairul.
Masyarakat kini menantikan respons resmi dari PLN Wilayah Sumatera Barat, serta tindak lanjut dari aparat penegak hukum jika memang ditemukan indikasi sabotase atau pelanggaran pidana lainnya. Yang pasti, kasus ini telah menjadi bola panas yang tak bisa lagi diabaikan.
Tim/Red