Dugaan Pencemaran Nama Mantan Wako Bukittinggi Ramlan Nurmatias, Siapa Aktor di Belakangnya? Kita lihat di Persidangan
Bukittinggi.Sumbar24jam.com.— Kasus kampanye hitam (Black Campaign) yang meresahkan warga Bukittinggi pada Pilkada 2020 silam kini menemui titik terang. Seorang tersangka yang diduga menjadi aktor penyebaran berita bohong dan berbau pencemaran nama baik bakal disidangkan di Pengadilan Negeri Bukittinggi.
Pria yang ditetapkan sebagai tersangka bernama Redol Hidayah alias Ridho, 37 tahun. Warga Pulai Anak Air ini diduga turut menyebarkan fotokopi surat yang merugikan salah satu pasangan calon Wali Kota Bukittinggi melalui akun FB Ridho Abu Muhammad. Tersangka kini berstatus tahanan kota, serta dalam pengawasan pihak kejaksaan.
Dijumpai di pelataran parkir Pengadilan Negeri Bukittinggi, Kamis (24/2), Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Bukittinggi, Yarnes membenarkan berkas perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap dan telah dilimpahkan ke pengadilan.
“Kemarin sudah tahap dua. Sudah dilimpahkan ke pengadilan. Kami kini sedang menyiapkan dokumen untuk proses persidangan. Kapan sidangnya dimulai tentu pihak pengadilan yang memutuskan,” ujarnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Ramlan Nurmatias, Dr (cand) Riyan Permana Putra, menerangkan kasus ini bermula saat masa tenang kampanye Pilkada 2020 silam. Saat itu, kampanye hitam dilakukan sejumlah pengguna media sosial dengan cara menjelek-jelekkan salah satu pasangan calon. Terutama, kliennya Ramlan Nurmatias yang berstatus sebagai petahana kala itu.
Dibeberkan Riyan, kasus ini berawal dari isi surat yang diduga bodong dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Nomor Surat: 936/IN/DPP/X/2020 tertanggal 28 Oktober 2020 dengan perihal penegasan yang ditujukan pada Ramlan Nurmatias yang merupakan salah seorang dari tiga calon Wali Kota Bukittinggi pada Pilkada 2020.
“Surat berwarna hitam putih itu menyebar luas di berbagai media sosial. Termasuk ke grup-grup WA jelang beberapa waktu menuju hari pemungutan suara. Surat dibuat seolah ditandatangani Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP Yasonna Laoly. Anehnya disitu, seharusnya netizen Bukittinggi bisa bijak menilai surat yang bukan ditandatangani Ketum Partai PDIP yaitu Megawati Soekarno Putri. Malangnya, penyebaran surat beraroma palsu ini, sangat merugikan klien kami sebagai pelapor sekaligus berdampak buruk terhadap nama baik diri dan keluarga,” jelas Riyan.
Tidak tinggal diam dengan perkara itu, pihak keluarga Ramlan Nurmatias membuat laporan ke Polres Bukittinggi dengn nomor LP/19/K/I/2021/SPKT Res-Bkt tertanggal 19 Januari 2021. Penanganan perkara oleh pihak kepolisian terbilang lamban, karena menyita waktu hampir satu tahun lebih.
“Informasi kami terima berkasnya dinyatakan lengkap atau P-21 dan dilimpahkan oleh Polres Bukittinggi ke Kejaksaan Negeri Bukittinggi tertanggal 2 Februari 2022. Hal itu menjadi angin segar atas penantian panjang kami mengawal kasus ini hampir satu tahun lamanya,” sebut Riyan.
Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Bukittinggi itu menerangkan bahwa perbuatan tersangka dalam kasus ini diduga berkenaan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi melalui media sosial yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Secara prinsip, klien kami Pak Ramlan Nurmatias sudah memaafkan perbuatan pelaku. Namun, karena otak di belakang layar yang menginisiasi kampanye hitam ini belum terungkap, tentu kami ingin mendengar fakta-fakta persidangan nanti seperti apa. Semoga kasus ini memberi pengajaran agar netizen lebih bijak bermedia sosial,” pungkasnya.( fnd)
Editor : Simon Tanjung