
Dr. Erna Juita, S.Pd, M.Si, C.EIA
Pengamat Bencana dan Lingkungan dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas PGRI Sumatera Barat
Terjadinya fenomena banjir lahar dingin pada tanggal 05 April 2024 di sekitar Gunung Marapi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mengejutkan masyarakat luas, terutama masyarakat yang bermukim, di wilayah sekitaran Gunung Marapi.Dilansir dari berbagai sumber, banjir lahar yang di ikuti banjir bandang tersebut bahkan menyebabkan duka mendalam pada masyarakat yang terdampak.
Terkait dengan fenomena ini, pengamat Bencana dan Lingkungan, Universitas PGRI Sumatera Barat menjelaskan, bahwa lahar merupakan hasil pemindahan dari material vulkanik yang belum mengalami konsolidasi. Material seperti abu vulkanik dan piroklastik yang belum terkonsolidasi jika bercampur dengan air akanmeng hasilkan debris flow, yakni aliran massa, Pada dasarnya lahar terbagi menjadi dua jenis, lahar dingin atau lahar hujan dan lahar panas akibat erupsi. Kedua jenis lahar ini tentu berbahaya, namun lahar dingin lebih berbahaya karena antisipasinya yang sulit. Berbeda dengan lahar panas, terdapat beberapa jenis air yang dapat bercampur dengan material yang belum terkonsolidasi. Akibatnya, butiran material ini saling mendorong ketika bercampur sehingga terjadi lahar.
Secara jelas Lahar merupakan aliran lumpur yang mengandung material rombakan dan bongkah-bongkah menyudut berasal dari gunung api. Endapan lahar mampu mencapai ketebalan beberapa meter sampai puluhan meter. Fragmen-fragmen penyusun terletak diantara matriks yang membulat sampai menyudut. Bongkah lava yang tertranspor dapat mencapai beberapa meter kubik. Lahar dapat di bedakan menjadi lahar hujan (dingin) dan lahar letusan (panas). Lahar hujan tidak secara khusus berhubungan dengan aktivitas gunung api. Ia dipicu oleh hadirnya hujan di atas normal pada lereng yang tertutup oleh material lepas. Banjir lahar adalah terbawanya material–material piroklastik oleh hujan yang turun sehingga menjadi lumpur. Lahar merupakan hasil dari kombinasi proses vulkanik dan iklim. lahar dipicu oleh air yang mengalir dari aliran piroklastik primer dan adanya pengaruh dari hujan. Proses banjir lahar sangat dipengaruhi oleh air yang turun dengan intensitas kecil maupun besar. Lahar hujan merupakan aliran air yang bercampur dengan material vulkanik lepas-lepas berasal dari bagian atas gunung berapi mengalir dengan kecepatan tinggi sehingga dapat membawa material terseret.Lahar biasanya akan berada di sekitar gunung berapi yang tengah mengalami erupsi. Lahar yang berada di sekitar gunung berapi tersebut akan terbawa turun melalui lereng gunung,ketika hujan turun dengan derasnya. Lahar yang dibawa turun oleh air hujan ini dapat mempunyai suhu yang dingin ataupun masih panas. Akibatnya, air hujan yang membawa serta material-mateial vulkanik dari lahar ini aka nmenerjang lahan yang berada di bawahnya ataupun pemukiman penduduk. Hal ini akan berakibat banyaknya kerusakan ataupun dampak- dampak lain yang akan dihasilkan oleh banjir lahar dingin ini.
Erna Juita, melihat, bahwa masyarakat saat ini cenderung hanya waspada terhadap bahaya primer dari letusan gunung berapi seperti lava dan juga awan panas. Namun, saat erupsinya selesai, kita menganggap bahwa kondisinya sudah aman. Padahal bahaya-bahaya sekunder masih mengintai dan membuat kita lengah.Erupsi terakhir suatu gunung selalu meninggalkan material yang belum terkonsoli dasi. Terkadang, jeda erupsi bias mencapai waktu 3-6 bulan. Inilah yang membuat masyarakat merasa seolah aman sehingga tidak waspada dengan bahaya sekunder. Jika gunung terakhi rmeletus pada awal musim kemarau, maka lahar dingin pertama bias terjadi pada awal musim hujan.Enam bulan kemudian masyarakat tidak tahu, terutama yang jauh dari kerucut gunungapi, jadi yang jauh dari itu tidak mendapat informasi bahwa di hulu sana sedang hujan, akibatnya bias kita lihat seperti di video-video yang tersebar, air tiba-tiba meluap saat orang masih di sekitar sungai. Namun, untuk menghasilkan banjir lahar dingin, suatu gunung harus memiliki volume material yang banyak sehingga terjadi tumpukan di gunung. “Jika kita punya banyak tapi tersebar luas, akibatnya kita tidak punya ketebalan tertentu sebagai bahan baku lahar. Sedangkan jika volumenya sedikit, tapi terus menumpuk bias menjadi sesuatu yang banyak. Tumpukan material ini bias berasal dari letusan kecil gunung berapi yang terus terjadi secara repetitive dalam beberapa bulan belakangan.
Jadi Bahaya yang disebabkan oleh letusan pada gunung berapi, yang dalam hal ini adalah Gunung Marapi di Sumatera Barat, tidak hanya berakhir pada saat terjadinya erupsi saja. Tetapi, setelah dalam status siaga, masih ada bahaya yang mengancam yaitu banjir lahar dingin. Kondisi lereng Gunung Marapi yang relative terbentuknya pepohonan karena awan panas mengakibatkan air hujan yang turun di lereng tidak dapat ditahan oleh akar-akar pohon yang tumbuh. Perlu kajian lebih mendalam untuk menentukan kedalaman hujan yang terjadi di puncak atau lereng Gunung Marapi yang mempengaruhi kejadian banjir lahar dingin dan mengetahui karakteristik hujan yang menjadi penyebab terjadinya banjir lahar dingin. Diasumsikan bahwa kedalaman hujan mempengaruhi terjadinya banjir lahar dingin. Hal ini bias terlihat dengan adanya kesesuaian waktu antara kejadian banjir dengan kejadian hujan. Adanya curah hujan penda hulu (antecedent rainfall) sangat berpengaruh terhadap terjadinya aliran banjir lahar dingin di daerahs ekitar Kawah Gunung Marapi Sumatera Barat.