PADANG, SUMBAR24JAM.ID — Ketua GNP Tipikor Sumatera Barat M.HUSNI.BGD.RAJO mengevaluasi Laporan Realisasi Anggaran ( LRA ) belanja perjalanan dinas di Sekretaris DPRD Kota Padang Tahun Anggran 2021 diketahui mark up biaya sewa kamar hotel dari tariff resmi hotel ( Publish Rate ) dan Jumlah hari perjalanan dinas yang dipertangungkan melebihi dari perjalanan dinas yang sebenarnya kesemuanya berjumlah Rp 170.320.000,00 ( Seratus Tujuh Puluh Juta Tiga ratus dua puluh ribu rupiah ) yang oleh BPK direkomendasikan untuk disetorkan ke kas Daerah disamping itu juga merekomendasikan kepada Wali Kota Padang untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada ASN yang bertaggug jawab atas perbuatan tersebut.
Pada Tahun anggaran 2022 ditemukan kembali dengan modus yang sama sebagaiman terjadi tahun anggaran 2021 bahkan dengan jumlah yang sangat memprihatinkan yaitu sebesar
Rp 3.188.193.000,00 ( Tiga Miliyar Seratus delapan puluh delapan Juta seratus sembilan puluh tiga ribu rupiah) dintaranya mempertangungankan baiaya Penginapan yang sebenarnya tidak ada menginap dan Pembayaran biaya meninap yang dipertangungkan lebih tinggi dari tariff resmi hotel dan temuan lainnya yang bisa diklasifikasi melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berulang ulang pada tahun anggaran berjalan.
Atas temuan tersebut kami dari lembaga sosial masyarakat yang membidangi Pengawasan Tindak Pidana Korupsi ( GNP Tipikor ) sangat kecewa atas terjadinya kondisi tersebut dimana anggaran yang disalah gunakan tersebut berasal dari uang rakyat yang disalah gunakan apalagi kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit saat ini.
Dalam mempertanggunganjawabkan belanja perjalanan dinas sebagimana yang kami urai
diatas nyata nyata telah mengabaikan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya Permendagri Nomor 17 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, Perwako Nomor 52 tahun 2020 tentang Standar Biaya Perjalanan Dinas, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, Permendagri Nomor 59 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perjalanan Dinas yang mengakibatkan merugikan keuangan daerah milyaran rupiah.
Kewenangan Inspektorat selaku pelaksana atas rekomendasi temuan BPK yang menurut ketentuan diberi waktu 60 hari untuk melaporkan pelaksanaan rekomendasi hasil temuan kepada BPK selaku pemeriksa terkesan dijadikan alasan serta menutupi perbuatan tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh pengguna angagaran pada tahun anggaran berjalan sehingga terjadi perbuatan tersebut berulang setiap tahun angaran.
Atas temuan tersebut, Kami sedang melakukan evaluasi atas perbuatan tindak pidana yang berulang tersebut dan sejauh mana konsekwesinya sanksi hukum Administrasi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada ASN selaku pengguna anggaran dan tidak menutup kemungkinan untuk diberikan sanksi pidana karena perbuatan dilakukan berulang setiap tahun anggaran dengan harapan memberikan efek jera untuk tidak lagi dilakukan ditahun yang datang.
( Red, ST)