
Limapuluh Kota, Sumbar24jam.com –
Seorang Penjabat (Pj) Wali Nagari Guguak VIII Koto Kabupaten Limapuluh kota, Mulyadi S. STP, diduga telah menghalangi tugas jurnalis yang tengah melakukan peliputan terkait pendistribusian Bantuan Langsung Tunai (BLT) di wilayah tersebut, Kamis (24/4/2025)
Insiden ini viral dibeberapa media cetak dan media Online serta media ternama. Peristiwa berlangsung saat seorang jurnalis media lokal mencoba menggali informasi seputar daftar penerima bantuan manfaat bantuan langsung Tunai( BLT) yang menjadi hak publik dan masyarakat.
Menurut keterangan jurnalis berinisial Y, dirinya datang ke kantor wali nagari pada Kamis (24/4) untuk melakukan konfirmasi data dan mengambil dokumentasi pendukung. Namun, Y mengaku justru mendapat penolakan dari Pj Wali Nagari yang bersangkutan, bahkan dilarang untuk mengambil gambar foto data dimaksud tanpa izin tertulis,”ujarnya ke beberapa media.
“Padahal ini informasi publik yang jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Saya hanya ingin memastikan bahwa penyaluran BLT tepat sasaran,” ujar Y dengan tegas.
Saat Pj Wali Nagari yang dimintai keterangan bersama awak enggan memberikan keterangan lebih lanjut.Malah dia mengatakan bahwa jurnalis tidak berhak memeriksa dan mengambil data BLT tersebut, ( wartawan ndak ado hak untuak mariso data kami ). Ia hanya menyebut bahwa pihak nagari memiliki mekanisme internal yang harus dihormati oleh siapa pun, termasuk jurnalis.
Menanggapi kejadian ini, Y menyayangkan tindakan penghalangan tersebut terhadap jurnalistik “Tugas jurnalis dilindungi undang-undang. Menghalangi peliputan, apalagi terkait bantuan publik, bisa masuk dalam pelanggaran pidana sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999,” tegasnya.
Secara hukum perundang undangan oknum Pj Nagari telah melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
Kasus ini kini menjadi sorotan publik, dan beberapa aktivis serta LSM meminta pihak berwenang untuk segera menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut demi menjaga transparansi penggunaan dana publik dan kebebasan pers di daerah.
Harapannya buat pejabat Nagari dan pemerintahan jangan merasa minder terhadap kehadiran para jurnalis dalam menggali informasi karna undang undang telah mengatur dalam keterbukaan Informasi publik.
” Nanti kita akan somasi, apalagi dia pihak pejabat publik. Kita akan melayangkan somasi. Kita kasih batas waktu. Kalau ada itikad baik bolehlah kita akan selesaikan secara pendekatan kekeluargaan tapi kalau tidak kita akan ambil langkah hukum. Karena ini negara hukum,” tegas di penutup.
Tim