Sumbar24jam.com,Painan (Pessel):
Pasca Pandemi PT.BPR Gema Pesisir yang beralamat di Koto Panai Nagari Air Haji Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat melakukan gugatan terhadap beberapa nasabahnya yang mengalami kridit macet.
Saat awak media konfirmasi kamis 18/11/2021 kepada pengadilan negeri painan ada berapa jumlah gugatan yang masuk ke PN Painan terhadap nasabah PT.BPR Gema Pesisir dan BPR lainya yang mengalami kridit macet,petugas PTSP .mengatakan ada 4 atau 5 gugatan yang didaftarkan oleh kuasa hukumnya dan pihak BPR,”tandasnya.
Sebelumnya awak media pernah menghubungi direktur PT.BPR Gema Pesisir Bpk Wajdi dan mengatakan bahwa ada beberapa gugatan yang dilakukan unit Balai Selasa dan unit lainya di kabupaten pesisir selatan karena ada beberapa nasabah yang menunggak tapi dengan sampai saat ini belum adanya penyelesaiaan yang pasti dari pihak nasabah tersebut,”terangnya
Ibuk “YRA” salah satu nasabah yang digugat oleh PT.BPR Gema Pesisir mengatakan kepada awak media bahwa sudah mengajukan untuk kridit baru dengan cara menaikan plapon agar sisa hutang dapat tertutupi agar saya bisa cicil ulang dari awal dan untuk tambahan modal jualan sedikit sebab saya masih perlu biaya untuk anak sekolah apalagi masa pendemi kemarin usaha jualan pada macet semuanya.
Dr.Rudi Chandra.WJ, SPd.,SH,M.Pd,MH,MM, Med, CCD, CTLA, CMLC, CA, CT, CPS, CLA, CMA, CN.LP, CM.NLP & Partner yang merupakan salah satu kuasa hukum tergugat oleh BPR Gema Pesisir mengatakan, seharunya pihak BPR melakukan Restrukturisasi terhadap nasabah yang mengalami kesulitan pembayaran dalam permasalahan kridit macet tersebut.
“Dan jangan langsung melakukan gugatan karena tidak semua masyarakat di pessel ini paham dengan hukum perjanjian yang telah mereka sepakati pada saat melakukan perjanjian akad kridit di perbankan ataupun Finance. kasihan mereka yang digugat yang tidak tau dengan hukum dan jadi takut dihadapkan dengan hukum malah bila hutang tunggakan mereka tidak sampai dengan 20 juta kan bisa dicari solusinya
Apalagi sesuai dengan undang-undang menteri keuangan melalui POJK No.11 tahun 2020 tentang adanya stimulasi prekonomian sebagai dampak adanya penyebaran virus covid-19 keringanan untuk para nasabah yang mempunyai utang pada bank mengalami penurunan kemampuan bayar terhadap bank,”ungkap rudi
Terpisah Soni,SH Advokat LPPK (Lembaga Penyelesaian Perkara Konsumen) menyebutkan bahwa sengketa konsumen terhadap pelaku usaha agar mendapatkan kepastian hukum yang tetap sesuai dengan tupoksi yang diatur didalam undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan peraturan pemerintah No.58-59 Tahun 2001.
Yang mana jika masyarakat butuh jasa dan bantuan hukum terkait masalah sengketa konsumen baik di Bank maupun di Pembiayaan Finance agar dapar menghubungi kantor hukum LRC (Lawyer Ranah Club) No HP 081363648687, 081288838787 di kota painan kabupaten pesisir selatan khusus sumatera barat dan untuk daerah atau kota lainya boleh menghubungi DPP LPPK ataupun perwakilan didaerah kabupaten dan kota masing-masing yang sudah terbentuk saat ini di No Hp 085271100609..
Sebab pelaku usaha dalam membuat dan melakukan perjanjian dengan debitur boleh saja menggunakan Klausula baku dan secara hukum pratek klausula baku diperbolehkan sepanjang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.
“Tapi bila terbukti melanggar,pelaku usaha harus siap-siap menanggung resiko “batal demi hukum” klausula baku yang telah di sepakati dan tidak hanya batal demi hukum pelaku usaha juga berpotensi terancam pidana dan denda,”jelas soni
Dan tidak tanggung-tanggung pelanggar perumusan klausula baku sebagaimana diatur dalam pasal 62 undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dapat dijerat hukum penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliyar.
Jadi jika pelaku usaha ingin selamat harus memastikan tidak adanya itikad buruk dengan menghindari beberapa larangan yang telah digariskan dalam pasal 18 UUPK.
Klausula baku sendiri menurut undang-undang perlindungan konsumen adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersipkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Sudah jelas dalam undang-undang perlindungan konsumen No.8 Tahun 1999 secara tegas melarang beberapa klausula baku yang dibuat dalam sebuah perjanjian yang dapat merugikan pihak konsumen,”tutup soni.(Team Redaksi)
Sumber: Buser24jam.com