Oleh: Syafri Ario, S. Hum
Limapuluh Kota,Sumbar24jam.id – Sejak era reformasi mulai dari tahun 1999 hingga saat ini, otonomi daerah dengan azas desentralisasi terus disempurnakan penerapannya demi peningkatan keesejahteraan masyarakat. Persentase urusan pemerintahan semakin banyak yang diserahkan ke daerah sehingga kepala daerah dituntut untuk mampu meningkatkan inovasi dan kreativitas dalam pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Kepala daerah harus benar-benar yang mempunyai konsep yang jelas untuk pembangunan daerah. Jika tidak maka akan hadir kepala daerah yang hanya menghabiskan uang negara. Mengandalkan transfer dari pusat. DAU terkuras hanya untuk menggaji pegawai. Tanpa adanya inovasi untuk meningkatkan PAD.
Kepala daerah tingkat 1 (Provinsi) maupun tingkat 2 (Kabupaten/Kota) dipilih secara demokratis melalui pemilihan langsung. Dalam sistem yang menganut negara kesatuan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah dan pemerintah pusat berbagi tugas dan kewenangan menyelenggarakan pemerintahan. Sehingga dibutuhkan kepala daerah yang berkompeten dan bermental pengabdian bukan berorientasi bisnis.
Kepala daerah dituntut mampu mengkomunikasikan kepentingan daerah dengan pemerintah pusat. Memahami persoalan daerah dan tahu apa yang dibutuhkan oleh daerah yang dipimpinnnya. Tidak hanya menghabiskan anggaran untuk pegawai dan program-program yang tidak bermanfaat.
Sejak undang-undang no 32 tahun 2004 diberlakukan pemerintah daerah dituntut untuk bisa mengelola keuangan daerahnya seluas-seluasnya demi kepentingan daerahnya sesuai azas otonomi daerah. Kepala daerah yang berorientasi bisnis kerap memanfaatkan kewenangan yang seluas-luasnya itu untuk bisnis pribadi dan kroninya melalui program di pemerintahan daerah.
Berdasarkan data di sejumlah daerah, calon yang mempunyai kemampuan finansial kuat berhasil memenangkan pilkada. Bahkan calon kepala daerah sudah membranding dirinya bermodal puluhan miliar tanpa sadar secara tidak langsung mereka sudah menyatakan akan korupsi jika terpilih.
Data ini mengkhawatirkan bahwa tolak ukur memilih pemimpin saat ini adalah siapa yang mampu menawarkan money politik menjelang pencoblosan. Kemudian tingkat pengenalan masyarakat dan track record para calon biasanya tidak diketahui dengan baik karena pencitraan yang massive dengan berbagai cara.
Semoga kedepan masyarakat semakin cerdas dalam memilih pemimpin. Pemimpin yang mampu menggaransi dirinya tidak akan mengandalkan APBD untuk membangun bisnisnya namun pemimpin yang bercita-cita untuk kesejahteraan masyarakat.
Penulis :
Alumni UIN Imam Bonjol, Mahasiswa FH UM Sumbar, Ketua SMSI Luak 50, Sekretaris BPD Nagari Andaleh.