Payakumbuh,Sumbar24jam.id – PDAM Payakumbuh pernah menjadi PDAM terbaik nasional kategori kota kecil di zaman Wali Kota Riza Falepi. Dengan demikian PDAM Payakumbuh memiliki setidaknya kriteria yang hampir tak dimiliki oleh kebanyakan PDAM lain di Indonesia.
Setidaknya ada tiga hal yang telah dipenuhi oleh PDAM Payakumbuh yaitu pertama bisa melayani hampir seratus persen penduduk atau tingkat layanan tinggi, kedua mandiri secara financial, artinya untung atau tidak rugi, dan terakhir mampu tumbuh secara sustainable.
Banyak PDAM di Indonesia rugi dan cakupan layanannya rendah. Sebagai gambaran bisa kita lihat daerah tetangga kita yakni Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Bukittinggi dan Kota Padang yang tingkat layanannya belum mencapai 100 persen atau setidaknya di atas 95 persen. Apalagi jika dibandingkan Pekanbaru yang juga paling baru tingkat layanan mencapai sekitar 60 persen.
Kebijakan pemerintah pusat ketika melihat PDAM Payakumbuh sudah dianggap mandiri dan sudah bisa membiayai diri sendiri. Jadi pemerintah pusat untuk PDAM yang sudah bagus kebijakannya tidak mau lagi membantu dalam bentuk bantuan anggaran pusat.
Pemerintah Payakumbuh terakhir mendapatkan bantuan besar ketika membangun water treatment processing di Batang Agam sekitar Rp27 milyar untuk mengolah air Batang Agam menjadi air bersih. Sebelumnya juga mendapat bantuan Provinsi sebanyak Rp12 milyar untuk pipanisasi ke arah Payakumbuh Utara.
Sebenarnya anggaran tersebut sudah tidak bisa didapatkan oleh PDAM Payakumbuh, namun berkat lobby-lobby kita ke pusat akhirnya kita berhasil membawa bantuan tersebut. Untuk selanjutnya tentu diharapkan PDAM Payakumbuh sudah bisa tumbuh di atas kaki sendiri melalu provit yang didapatkan.
Kalau butuh biaya besar juga sudah bisa meminjam dana ke bank, terutama Bank Nagari atau kerjasama investasi dengan swasta dalam penyediaan sumber air dan penggantian pipa yang telah tua dan juga pembangunan backbone atau jalur pipa utama.
Dalam perjalanannya dengan perkiraan sambungan sekitar 33 ribu sambungan, ini sudah termasuk beban pelayanan sangat besar. Bayangkan ketika awal saya menjabat Wali Kota Payakumbuh, sambungan hanya sekitar 20 ribu, sekarang sudah naik signifikan sampai 33 ribu sambungan.
Kita membutuhkan manajemen pelayanan yang lebih baik dan berorientasi kepada pelayanan ketimbang gaya lama yang ingin ‘dilayani’. Dengan kondisi PDAM Payakumbuh saat ini yang sudah besar dan mandiri artinya sudah ‘disapih’ pemerintah pusat maka kecil kemungkinan untuk dibantu lagi. Untuk itu para stakeholder dan pihak manajemen, baik Eksekutif dan Legislatif harus berpikir dan mendorong PDAM untuk lebih mandiri.
Saat ini kondisi loss water sudah di atas 35 persen, dan ini wajar saja dengan usia pipa yang sudah tua, di lain sisi reservoar kita juga tidak ada, maka yang terjadi adalah pada saat beban puncak, debit air sangat minim, pada saat malam atau beban rendah barulah tekanan air bisa bertambah.
Sistem ini tentu harus diperbaiki. Perbaikan otomatis diperlukan karena adanya PDAM bukan karena pelengkap pelayanan Pemda tapi kehadirannya justru sangat diharapkan untuk memberikan layanan prima. Menuntut layanan prima sama artinya reinvestasi tiap tahun. Sementara DPRD dan Dewan Pengawas PDAM cendrung ingin menahan keuntungan menjadi PAD.
Tidak salah mindset seperti ini, tapi harap diingat pelayanan adalah prioritas, dan reinvestasi juga sangat penting.
“Di zaman saya, reinvestasi selalu ditarget. Mengapa? karena reinvestasi tidak hilang tapi menambah aset dan jumlah pelanggan serta peningkatan layanan dan pada akhirnya menambah volume air yang terjual dan mengurangi kebocoran, juga berdampak pada penghasilan PDAM secara signifikan,”
Selain itu reinvestasi bisa mengurangi pajak penghasilan PDAM sampai sekitar Rp1 milyar lebih kurang, dan itu adalah strategi yang bagus untuk mengurangi pajak secara legal.
Namum dukungan reinvestasi ini masih kurang, karena dianggap tidak menarik bagi para pengambil keputusan. Terakhir ada rencana penghentian penambahan pelanggan, ini tentu sebuah keputusan yang salah, mengingat dengan banyaknya jumlah sambungan tentu ini akan menaikkan penghasilan.
Alih-alih menghentikan penambahan pelanggan, lebih baik menambah kapasitas sekaligus menyelesaikan kekurangan supply air selama ini. Tidak mungkin kita menghentikan sambungan baru, karena kita adalah sebuah kota yang sedang tumbuh dan membangun.
Perizinan pembanguan perumahan baru diberi tapi airnya tidak ada sambungan akan menjadi bahasa yang tidak sinkron dan menunjukkan kelemahan pelayanan dan perencanaan kota itu sendiri.
Jadi menarget PDAM dengan PAD yang tinggi bukanlah pilihan yang bijak di tengah kebutuhan masyarakat akan peningkatan layanan dan kapasitas PDAM. Ditambah lagi PDAM Payakumbuh sudah dianggap mandiri oleh pemerintah pusat, maka kita perlu membangun strategi baru untuk menjaga sustainability pelayanan PDAM.
Kami menyarankan agar dana simpanan PDAM yang konon sudah mencapai Rp42 milyar dipakai untuk reinvestasi ditambah penghasilan yang ada agar PDAM bisa membangun WTP baru untuk embung Kubang Gajah yang lahannya telah tersedia dan memang di siapkan untuk itu, sekaligus membangun reservoar di sana.
Kapasitas airnya bisa setara dengan kapasitas air Batang Tabik, sehingga digarapkan bisa menyelesaiakan pasokan air di saat beban puncak. Demikian juga pervailan intake WTP Batang Agam agar kerja WTP bisa maksimal.
Selanjutnya dibuatkan jalur pipa 300 mm untuk jalur pipa backbone baru, sehingga bisa mengurangi kelemahan yang ada selama ini. Saya yakin dengan investasi Rp60-80 milyar bisa menyelesaikan masalah PDAM yang telah menahun.
Sayangnya kita melihat inisiatif ini belum ada. Hampir semua ingin menjadi safety player saja, tanpa memberikan solusi yang cocok dan bisa memenuhi harapan pelanggan yang sudah lama ditunggu masyarakat. Semoga Wali Kota, Dirut, Pengawas dan DPRD menyadari fungsi pelayanan adalah capaian tertinggi kita, dibandingkan sekedar mencari untung saja yang tidak sebanding dengan tingkat layanan yang diberikan.
Malah kalau tidak terjadi reinveatasi saat ini, dengan menunda-nunda, malah nantinya bisa menjadi bom waktu yang sulit untuk diperbaiki. Maka saat itulah nantinya PDAM bisa-bisa merugi tiap tahun alias kehilangan sustainability. (*)