
Limapuluh kota,Sumbar24jam.com – Konflik tanah Ulayat dikenagarian Harau kabupaten 50 kota Sumatera Barat kembali viral setelah aksi masyarakat bersama tokoh adat berbondong bondong mendatangi kantor DPRD Kabupaten 50 Kota beberapa hari lalu meminta keadilan hak hak mereka yang dirampas oleh segelintir oknum pakang tanah, Minggu (25/9).
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Harau, Firdaus Dt. Bosa Batuah, angkat bicara bahwa masalah ini sudah berlangsung lebih dari dua tahun dan semakin merugikan masyarakat jorong Sungai Landai dan Sungai Data pada umumnya.
Sebagai ketua Pemangku adat (KAN) kenagarian Harau Ia mengungkapkan diforum para perwakilan rakyat, serta menjelaskan bahwa persoalan besar bermula dari keterlibatan pihak asing yang bekerja sama dengan oknum mafia tanah dikedua jorong tersebut.
Perbuatan para oknum tersebut mereka lakukan dengan cara-cara kotor, mulai dari menjadikan pakang sebagai saksi jual beli, hingga melakukan pengukuran tanah secara berlebihan tampa dilibatkan batas sipadan tanah.
Lebih lanjut Firdaus mengungkapkan, transaksi jual beli tanah terjadi tanpa sepengetahuan dari KAN maupun Wali nagari setempat,”ujarnya.
Firdaus menegaskan bahwa masyarakat tidak pernah menandatangani surat jual beli tanah kepada pihak asing. Namun, praktek itu tetap dilakukan hingga saat ini. Tanah yang seharusnya satu hektar dibeli, justru diukur dua hektar,” tambahnya.
Kondisi ini membuat masyarakat adat merasa semakin terpojok dan kehilangan kekuatan untuk melawan para oknum pakang tanah maupun penguasa pembeli tanah.
” Saya sendiri pernah diancam oleh para oknum pakang,” ungkapnya di forum ruangan aula DPRD 50 kota”.
Sontak seketika perwakilan anggota DPRD yang hadir diforum tersebut geleng geleng kepala mendengarkan fakta yang terjadi dilapangan di jorong Sungai Landai tersebut saat ketua KAN mengungkap kejadian yang sebanarnya terjadi.
” Kami angkat tangan pak, kami mohon sekali pertolongan dari para anggota Terhormat ini,” ungkapnya dengan tegas.
Ia juga menyoroti adanya tekanan dari mafia tanah yang sering merendahkan masyarakat dengan ucapan bahwa uang bisa membeli segalanya. “Masyarakat ditawarkan uang, tapi ketika menolak mereka berkata, kami punya uang, masyarakat punya apa,” jelas Firdaus didepan forum aula DPRD 50 kota.
Kehadiran Firdaus bersama masyarakat dan Barisan Bersatu Masyarakat (BBM) Lancang di DPRD bertujuan untuk meminta dukungan dan perhatian khusus karena permasalahan ini betul betul diluar kendali kami.
” Belum selesai tanah ini diseIesaikan timbul permasalahan tanah baru yang terjadi,” ujarnya.
Ketua KAN berharap kepada DPRD 50 Kota segera meninjau investigasi lapangan agar memahami kondisi sebenarnya yang terjadi di jorong Sungai Landai, sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat kenagarian Harau saat ini.
Sedangkan dari Tokoh adat Dt. Gadiang juga menambahkan, bahwa permasalahan ini sudah menjadi masalah besar. Ia menilai ada ketidakadilan dalam penerapan hukum. Masyarakat yang hanya mengambil sarang semut bisa dipenjara, sementara pengolahan hutan dengan alat berat yang jelas dilarang undang-undang justru dibiarkan terjadi di kenagarian Harau.
Saat ini bahkan tokoh niniak mamak seperti Dt. Pucuak ikut dipenjara karena mempertahankan tanah ulayat kaumnya,” jawabnya.
Dalam pertemuan tersebut, anggota DPRD menyampaikan kesediaannya untuk membantu, DPRD meminta masyarakat Jorong Sungai Landai dan Sungai Data juga menempuh jalur hukum dan administrasi, termasuk mengajukan pengaduan ke Ombudsman, membawa surat sertifikat atau hak alas sejihat yang bermasalah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), serta melaporkan kasus ini ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Masyarakat Harau kini berharap dukungan DPRD dapat membuka jalan keadilan, menghentikan praktek mafia tanah yang terjadi di jorong Sungai Data dan Sungai Landai, serta membebaskan para tokoh adat yang masih dipenjara karena mempertahankan dan memperjuangkan tanah ulayat kaumnya diakhir acara.(*)
Tim/Red