
Limapuluh Kota,Sumbar24jam.com 7 Agustus 2025 – Viral dan mikin Heboh terhadap keterbukaan Pelayanan publik yang semestinya menjadi garda terdepan kenyamanan masyarakat kini kembali menuai kritik tajam dan pertanyaan Ada apa PLN 50 Kota.
Tim Awak media untuk kedua kalinya mendatangi kantor PLN kabupaten 50 Kota bersama salah satu pelanggan pengguna listrik bersama Riza Alfiandra, S.Kom, yang merupakan korban pemadaman sepihak warga Nagari Pandam Gadang, yang juga seorang pelaku usaha di Jorong Kampuang Patai.
Ia melaporkan kekecewaannya terhadap Unit Pelayanan Pelanggan PLN Limapuluh Kota atas tindakan sepihak pembongkaran meteran listrik di tempat usahanya—tanpa pemberitahuan sebelumnya, apalagi klarifikasi tertulis (7/Agustus/2025) siang kemarin.
Merasa dirugikan, Riza langsung mendatangi kantor pelayanan PLN di Limapuluh Kota pada Rabu, 7 Agustus 2025. Namun harapan mendapatkan kejelasan dari salah satu Pegawai PLN berinisial M sebagai Suvervisor PLN Tanjung Pati tidak ada kata sepakat serta Solusi yang diterima pihak pelanggan yang dirugikan.
Namun diperperahnya lagi awak media tidak dizinkan buat peliputan serta minder akan kehadiran wartawan dalam melaksanakan Peliputan Jurnalistiknya. Perlakuan oknum PLN Tanjung Pati yang tak mau menerima kehadiran wartawan, menjadi tanda tanya besar dikalangan awak media sehingga akses menuju ruangan Supervisor terhalang petugas keamanan yang terlihat berjaga.
Secara umum pihak menejemen PLN telah terang terangan menghalangi wartawan Melaksanakan peliputan menggali informasi atau mengintimidasi, adalah tindakan yang melanggar Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Pelaku dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta, sesuai dengan pasal 18 ayat
“Kepada awak media menyampaikan bahwasa petugas PLN yang mencabut arus di lapangan tidak mengantongi surat izin serta semena mena terhadap pelanggan karna telah terjadi penolakan bahwasanya pencabutan tak sesuai standar SOP PLN yang dipenuhi petugas lapangan ” ujar Riza.
” Saya pelanggan sudah melarang pak, namun tetap memandel, tambahnya lagi.
Sedangkan PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semestinya tunduk pada asas keterbukaan, profesionalitas, dan tanggung jawab publik. “Pertanyaannya, ada apa sebenarnya dengan Unit Pelayanan Pelanggan PLN Limapuluh Kota ini? Kok seakan-akan mereka tidak serius menjalankan amanah pelayanan?” imbuhnya dengan nada kecewa.
Menurut peraturan standar SOP Petugas PLN yang bertugas di lapangan, khususnya dalam kegiatan P2TL (Pemeriksaan Penertiban Tenaga Listrik), harus memenuhi beberapa syarat sebagai dikerahui :
@Mereka harus memiliki surat tugas resmi, tanda pengenal, dan pakaian dinas yang lengkap.
@Selain itu harus bersikap sopan, tertib, dan mampu menjelaskan maksud serta tujuan pemeriksaan kepada pelanggan.
Berikut adalah persyaratan yang lebih rinci:
– Memiliki Surat Tugas Resmi PLN,Petugas harus membawa surat tugas resmi yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, seperti Manajer Area PLN setempat.
– Tanda Pengenal dan Pakaian Dinas wajib mengenakan tanda pengenal dan pakaian dinas yang lengkap sebagai identifikasi.
– Petugas harus bersikap sopan, tertib, dan mampu berkomunikasi dengan baik saat berinteraksi dengan pelanggan.
– Petugas wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan P2TL kepada pelanggan atau yang mewakili.
– Pendampingan,Petugas harus meminta pelanggan atau yang mewakili untuk turut serta menyaksikan proses pemeriksaan.
– Keselamatan,Petugas harus memperhatikan keselamatan instalasi dan keselamatan umum dalam melakukan pemeriksaan dan pengambilan barang bukti.
Syarat Tambahan untuk Pelaksana Lapangan P2TL
Pegawai PLN :
-Ketua regu pelaksana lapangan P2TL harus berasal dari pegawai PLN.
-Sertifikat Pelatihan: Pelaksana lapangan P2TL harus memiliki sertifikat pelatihan yang relevan dari lembaga independen yang terakreditasi.
-Tanggung Jawab: Pelaksana P2TL sepenuhnya bertanggung jawab kepada PLN.
Dokumen P2TL, Dokumen P2TL harus ditandatangani oleh ketua regu pelaksana lapangan.
Sedangkan dari pihak pertinggi Menejemen PLN saat awak media mencoba menghubungi lewat what Shaap ke nomor menejemen PLN tidak memberikan keterangan sama sekali saat media meminta keterangan perihal tersebut.
Kemarahan publik tak berhenti pada Riza. Khairul Apit, mantan anggota DPRD sekaligus tokoh masyarakat Pandam Gadang, turut angkat bicara. Ia mengecam tindakan gegabah PLN yang menurutnya tidak hanya ceroboh, tetapi juga terkesan “arogan” dan tak berpihak pada rakyat kecil.
“Saya yakin ini bukan kejadian satu-satunya. Masyarakat di tempat lain juga mungkin mengalami hal serupa tapi memilih diam. Tapi kita tidak bisa diam lagi, Ini sudah keterlaluan jangan sampai di era pemerintahan Presiden Prabowo, rakyat justru didzolimi oleh lembaga pelayanan,” ujarnya lantang.
Sebagai tokoh Nagari Pandam Gadang serta mantan anggota DPRD Kabupaten 50 Kota angkat bicara, pembongkaran meteran tanpa prosedur resmi membuka celah kecurigaan akan sabotase atau niat jahat dari oknum tertentu. Ia bahkan mencurigai bahwa tindakan ini ada kaitannya dengan kasus pelecehan seksual yang sedang dikembangkan oleh Riza terhadap seorang kepala jorong berinisial W.
“Riza sedang berjuang mengungkap kasus yang menyentuh harga diri nagari. Bukan tidak mungkin ini adalah bagian dari upaya pembungkaman. Bisa jadi ada pihak yang ingin membuat dia berhenti. Kalau benar ada sabotase, maka pembongkaran itu justru merusak bukti, termasuk sidik jari pelaku. Ini justru bisa menjadi penghilangan barang bukti yang memiliki konsekuensi hukum,” tambah Khairul.
Dasar Hukum: PLN Bisa Dikenai Sanksi dan Gugatan
Tindakan yang dilakukan PLN ini bukan hanya mencederai pelayanan publik, tapi juga bisa dikategorikan sebagai kelalaian institusional, yang memiliki konsekuensi hukum.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1) dinyatakan:
”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Selain itu, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya Pasal 21, mewajibkan penyelenggara pelayanan publik:
“Memberikan pelayanan yang cepat, mudah, terjangkau, dan tidak diskriminatif kepada setiap warga negara.”
Jika terbukti lalai, PLN dapat dilaporkan atas dugaan pelanggaran terhadap:
Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan:
Setiap badan usaha penyedia tenaga listrik wajib memberikan pelayanan sesuai standar mutu dan keandalan yang ditetapkan.
Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pelaku usaha dilarang menarik, mengubah, atau menghentikan secara sepihak jasa yang telah disepakati, kecuali ada kesepakatan atau pelanggaran dari konsumen.
Langkah Lanjut: Akan Dibawa ke DPRD, DPR-RI, hingga Kepolisian.
Khairul Apit menyatakan pihaknya akan segera menyiapkan pengaduan resmi ke DPRD, DPR-RI, Ombudsman RI, bahkan jika perlu ke Mabes Polri, untuk mengusut dugaan sabotase dan pelanggaran pelayanan publik.
“Kami akan kawal kasus ini Negara harus hadir melindungi rakyat, bukan membiarkan rakyat ditindas. Kalau PLN merasa tak mampu memberi pelayanan yang adil, maka pimpinan mereka harus bertanggung jawab secara moral dan hukum,” pungkas Khairul.
Masyarakat kini menantikan respons resmi dari PLN Wilayah Sumatera Barat, serta tindak lanjut dari aparat penegak hukum jika memang ditemukan indikasi sabotase atau pelanggaran pidana lainnya. Yang pasti, kasus ini telah menjadi bola panas yang tak bisa lagi diabaikan.(*)
Tim/Red