
Pesisir Selatan — Dugaan pembatalan sepihak terhadap kelulusan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024 kembali mencuat. Kali ini menimpa Desi Oktavianti, S.E., guru honorer yang telah mengabdi di MTsN 07 Limo Gadang Lumpo, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, sejak tahun 2018. Desi sebelumnya dinyatakan lulus dalam seleksi nasional PPPK berdasarkan hasil resmi dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Namun, kelulusannya mendadak dibatalkan secara sepihak oleh pihak sekolah, sebagaimana tercantum dalam surat berkop resmi Kementerian Agama Kabupaten Pesisir Selatan.
Pembatalan itu diduga dilakukan langsung oleh Kepala Sekolah MTsN 07, Metriadi, S.Pd., yang berpangkat Pembina IV/a. Ironisnya, pembatalan tersebut tidak disertai dengan penjelasan atau alasan yang sah dan valid.
Saat hendak dimintai konfirmasi, kepala sekolah yang bersangkutan justru dilaporkan menghindar dan tidak berada di lokasi sekolah. Hal ini menimbulkan keresahan dan kekecewaan di kalangan guru serta masyarakat sekitar.
Tindakan pembatalan sepihak ini dinilai bertentangan dengan sejumlah regulasi resmi yang mengatur mekanisme seleksi dan pengangkatan PPPK.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara tegas menyatakan bahwa pengangkatan PPPK merupakan kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) berdasarkan hasil seleksi yang ditetapkan oleh Panitia Seleksi Nasional. Kepala sekolah, dalam hal ini, tidak memiliki kewenangan administratif untuk membatalkan kelulusan tersebut.
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK menyebutkan bahwa pembatalan pengangkatan hanya dapat dilakukan jika terdapat pelanggaran administratif atau dokumen palsu yang terbukti secara sah, bukan atas dasar pertimbangan pribadi atau diskresi sepihak.
Bahkan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pengadaan PPPK menegaskan bahwa hasil seleksi bersifat final dan mengikat sebagai dasar pengangkatan oleh pejabat berwenang, serta tidak bisa diintervensi oleh pihak luar seleksi.
Kementerian Agama pun sebenarnya memiliki pedoman sendiri melalui Permenag Nomor 16 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Madrasah.
Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa kepala madrasah tidak memiliki otoritas untuk membatalkan keputusan kelulusan PPPK karena kewenangan tersebut berada di tingkat pusat dan melekat pada sistem nasional seleksi ASN.
Jika dugaan pelanggaran wewenang ini terbukti, Kepala Sekolah MTsN 07 dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan disiplin PNS. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, tindakan penyalahgunaan jabatan, ketidakpatuhan terhadap aturan, dan keputusan sewenang-wenang dapat berujung pada sanksi mulai dari teguran keras, penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan ruang bagi korban kebijakan yang tidak sah untuk menuntut pembatalan keputusan tersebut dan mengajukan gugatan ke pengadilan administrasi negara.
Tak hanya sanksi administratif, tindakan semena-mena seperti ini juga mencederai prinsip etika profesi ASN.
Dalam Kode Etik ASN, setiap pejabat negara diwajibkan bersikap adil, transparan, dan menjunjung tinggi profesionalisme serta integritas dalam setiap pengambilan keputusan.